Friday, 22 July 2011

Olu Bay (Pantai Olu) - Part 2

Sementara itu, di sisi lain planet bumi...

"Hei, kamu!" Seseorang dari kejauhan meneriaki Lana.

Lana, yang sebelumnya duduk sendiri menatap langit, segera menghampiri orang yang tadi memanggilnya.

"Anak baru ya disini? Pindahan darimana?" Belum sempat Lana menjawab, orang itu langsung membredelinya dengan pertanyaan-pertanyaan," Jawab! Jangan diam aja! Kamu tahu gak siapa aku? Pindahan darimana sih?"

Lana yang merupakan murid baru di SMA 11, tak tahu jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu. Ia hanya bisa menundukkan kepala. Ia tak ingin menatap matanya, karena pasti nanti dikiranya ia menantangnya.

"Dasar, cewek tuli!" Orang itu pun tak kuasa lagi membendung amarahnya. Ia hendak menampar Lana yang masih diam seribu bahasa di depannya itu. Beruntung, sesaat sebelum tamparan itu mendarat di pipi Lana, datanglah gadis yang lain.

"Sudahlah, Mi. Percuma saja ngeladenin dia. Dia itu tidak lebih dari anak pembunuh! Sudahlah, kita jauh-jauh dari dia. Bisa-bisa entar kita mati lagi" Erren menarik tangan sahabatnya itu untuk menjauhi Lana.

Dari kejauhan Erren melihat tatapan Lana yang terlihat dingin seakan terisi dengan kebencian. Ia tak memerdulikannya dan masuk ke kelas.

Lana yang setelah ditinggalkan kedua gadis jahil tadi hanya bisa menatap kepergian mereka. Ia sedih, mengapa mereka tega memperlakukannya seperti itu. Sungguh tak manusiawi.

Bel tanda pelajaran segera dimulai berbunyi, Lana pun bergegas menuju ruang kelasnya.

Lana masih saja memperlihatkan kesedihan dirinya. Hal itu ditanggapi berbeda oleh orang-orang di sekitarnya, yang memandangnya dengan tatapan menghakimi. Seolah-olah arti tatapan itu: Siapa sih gadis aneh ini? Mau apa dia pindah kemari? Mendingan kamu kembali lagi aja ke sekolah lamamu! Lana tak menghiraukannya.


Di dalam kelas, suasana tak jauh berbeda dari sebelumnya. Lana masih saja dianggap 'pembunuh' yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi malaikat pencabut nyawa. Karena ketakutan itulah, Lana diposisikan di sudut belakang kelas. Ia duduk sendiri, tak ada yang berani berdekatan dengannya.

Pelajaran pertama hari itu adalah Matematika. Sebuah mata pelajaran yang hanya berisi angka-angka dan rumus-rumus pasti. Tak seperti teman-teman sekelasnya, Lana malah merasa semangat kembali melihat deretan angka di papan tulis. Matematika adalah pelajaran kesukaannya.

Tangannya menari dengan yakin di atas kertas buku tugasnya, sesekali menghapus angka yang dirasa salah. Hal ini yang membuat Aska curi-curi pandang kepadanya.

Sehabis jam sekolah, Lana segera membereskan alat tulis dan buku-bukunya yang ditaruhnya di kolong bangku. Teman-teman sekelasnya langsung berhamburan keluar ketika bel berbunyi. Lana masih betah duduk di bangkunya, dan memandang keluar lewat jendela. Ia memejamkan mata, menarik kedua tangannya ke atas, menghirup udara, lalu menghembuskannya kembali. Lana merasa hari ini adalah hari yang panjang dan melelahkan.

Dikeluarkannya sebuah buku berwarna hitam bergambar hati putih yang tampaknya meleleh. Dan tampak sebuah tulisan di lembar pertama buku itu CERITAKU. Ia segera menulis kisah-kisah yang telah ia lewati sebelumnya. Terteteskan beberapa butir air mata dari mata indahnya itu. Ia bertambah sedih ketika dilihatnya selembar foto yang terselip di buku diarynya itu.

"Aku rindu kalian semua. Mungkinkah kita bersatu lagi?" Pulpen di tangannya terjatuh ke lantai. Terdengar gemanya merambat di antara heningnya ruang kelas. Ia kian memandangi foto yang dipegangnya itu. Dan kini, ia benar-benar tak kuasa lagi menahan kesedihannya.


Bersambung...

No comments:

Post a Comment